“Kenapa sih harus bisa Bahasa
Inggris? Kan nggak nasionalis”.
Ungkapan itu sangat sering saya dengar ketika seseorang dihadapkan pada
kenyataan bahwa bahasa inggris memang sangat penting di era global. Ungkapan
‘nggak nasionalis’ ini punya efek yang cukup luar biasa loh. Pernah beberapa
waktu lalu teman serombel saya di jurusan Bahasa dan Sastra inggris, menerima
penolakan gara-gara dia dianggap tidak nasionalis. Sebut saja teman saya si
‘E’, dia ini sedang cari tempat untuk KKN (Kuliah Kerja Nyata) dengan beberapa
teman di kelompoknya. Tibalah dia di desa ‘G’. Setibanya disana, si E dan
teman-teman menemui perangkat desa guna memaparkan program kerja yang akan
diterapkan di desa tersebut. Salah satu program kerja yang diampu si E adalah
pembelajaran bahasa Inggris bagi anak-anak di desa itu. Tapi, kemudian Pak
Kades di desa G menolak keras program kerja yang berbau bahasa inggris karena
dianggap tidak nasionalis.
Lalu, apakah benar dengan kita belajar dan berbicara
bahasa Inggris menjadikan kita tidak nasionalis?
Rasa nasionalisme dan cinta tanah air memang sangat-sangat penting. Kalau
tidak ada rasa nasionalis, tidak ada yang namanya negara. Indonesia dilahirkan
dari perasaan nasionalis para pendiri bangsa yang dengan segenap hati dan jiwa
berkorban demi terwujudnya cita-cita untuk hidup bebas di tanah kelahiran. Rasa
cinta tanah air memang harus terus dijaga. Sekarang, ketika Indonesia sudah
merdeka, perjuangan bangsa sudah tidak lagi menggunakan bambu runcing. Inilah
saatnya kita mengukir prestasi dan unjuk gigi di mata dunia agar Indonesia
diakui. Sebagai generasi muda, banyak hal yang bisa kita lakukan salah satu
yang paling banyak dilakukan adalah mengikuti forum-forum pemuda tingkat
internasional. Dengan mengikuti kegiatan berskala internasional, kita bisa
mengukuhkan posisi bangsa kita loh. Kita nanti akan dilihat dan dinilai oleh
orang dari bangsa lain bagaimana cara kita mengemukakan ide-ide demi kemajuan
bersama. Di sana kita juga mempromosikan Indonesia agar banyak turis yang
datang berkunjung. Kita juga bisa membangun relasi internasional, yang
memungkinkan terbukanya kerja sama antarnegara dalam berbagai bidang di masa
depan. Nah, untuk melakukan itu semua, kita perlu berkomunikasi dengan baik kan?
Dalam berkomunikasi, kita pakai bahasa kan? Terus saya ingin tanya apakah
kiranya orang-orang dari negara lain itu sudah pasti bisa berbahasa Indonesia?
Tidak.
Sudah pasti masyarakat global harus punya cara demi terciptanya komunikasi
yang baik menggunakan suatu bahasa yang secara umum disepakati sebagai bahasa
pemersatu global. Nggak usah secara global dulu deh, masyarakat Indonesia saja
dengan beragam suku dan bahasa akan kesulitan untuk komunikasi satu sama lain
kalau tidak menggunakan bahasa pemersatu kita yaitu bahasa Indonesia. Lalu apa
yang salah dengan belajar bahasa pemersatu global saat ini, yaitu bahasa
Inggris? Bukankah itu sama saja ketika kita belajar bahasa Indonesia untuk
berkomunikasi dengan orang dari suku lain? Seandainya saja masyarakat dunia
tidak punya bahasa pemersatu, kita mau ngomong pakai apa? Bahasa isyarat?
Bukannya saya ingin merendahkan seserang yang berkomunkasi dengan menggunakan bahasa isyarat karena
keterbatasan mereka atau bahasa isyarat itu sendiri. Bahasa isyarat lahir untuk
memenuhi kebutuhan orang-orang dengan keterbatasan tertentu. Tapi kalau kita
dikaruniai kesehatan dari Tuhan YME, kenapa tidak kita manfaatkan untuk
belajar? Lha wong sekarang mereka
yang memiliki keterbatasan saja semangat belajar kok, kita tidak mau belajar
sih hanya gara-gara pemikiran sempit “tidak nasionalis” itu. Ya, kecuali Anda
cukup kaya untuk menyewa seorang interpreter kemanapun Anda pergi, oke saya
nyerah berargumen karena saya bukan orang berduit.
Kembali lagi ke masalah nasionalis tadi. Saya cinta bahasa Ibu saya, Jawa,
dan bahasa Indonesia. Saya juga sangat cinta budaya dan tradisi Indonesia. Banyak
juga loh orang Amerika atau Australia yang ingin belajar bahasa dan budaya
negeri kita. Kita tentu bangga dong karena memperkenalkan bahsa kita ke orang
lain. Tapi gini, apakah mungkin seorang guru yang mengajar bahasa
Jawa/Indonesia akan sepenuhnya menggunakan kedua bahasa tersebut di saat
mengajar? Apakah murid-muridnya akan mudeng?
Kan mereka baru mau belajar. Solusinya? Ya harus menguasai bahasa pengantar
lain saat mengajar, dalam hal ini adalah bahasa Inggris. kalau sudah begitu,
apakah guru yang menggunakan pengantar bahasa inggris untk mengajarkan bahasa
Indonesia itu masih dianggap tidak nasionalis?
Pandangan sempit terbukti berbahaya loh. Contoh yang paling terkenal adalah
pada Adolf Hitler. Hitler sangat nasionalis dan loyal terhadap bangsa dan
negaranya, sampai-sampai menganggap bahwa bangsa Jerman adalah bangsa terunggul
di dunia. Tapi lihat apa yang dilakukan Hitler, bukannya mengajak bangsanya
untuk belajar dan meningkatkan kualitas agar dapat bersaing dengan bangsa lain,
dia justru menyingkiran semua bangsa non-Jerman yang pada saat itu dianggap
lebih pintar dan bisa mengancam eksistensi bangsa Jerman. Hasilnya? Ambisi
Hitler justru runtuh ketika Jerman kalah di Perang Dunia II.
Belajar dari itu semua, cinta tanah air memang sangat penting, namun jangan
sampai membawa pemahaman sempit ke diri kita. Dunia terlalu luas untuk kita
fikir bahwa bangsa atau budaya kitalah yang paling baik. Namun kita juga perlu
mengukuhkan identitas bangsa kita dengan sikap fleksibel tersebut. Masih banyak
lagi peran-peran yang dapat dimainkan oleh masyarakat Indonesia di kancah
global. Tapi sebelum itu, mari kita tingkatkan kualitas diri sendiri dulu dengan
banyak belajar. Belajar boleh apa saja kok asal bermanfaat.
Semoga bermanfaat ...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar